Kupersembahkan Diriku Di Jalan Panggilan
PENGANTAR S eminari tempat yang mungkin tidak menarik bagi bara kalangan pemuda di zaman modern ini. Bahkan mungkin ada s...
S
|
eminari
tempat yang mungkin tidak menarik bagi bara kalangan pemuda di zaman modern
ini. Bahkan mungkin ada sebagian dari mereka yang tidak mengenal seminari itu
sendiri. Mereka kini lebih tertarik dengan kemilau dunia yang sangat gemerlap
dan memberikan kenyamanan instan bagi mereka. Bagi pemuda sekarang, seminari
adalah tempat yang menakutkan dan jauh dari kata enak.
Mungkin benar apa yang mereka
katakan itu. Seringkali aku mendengar banyak cerita dari para seminaris (siswa
seminari) bahwa kehidupan mereka sangat jauh dari kata enak. Harus bangun pagi,
tugas yang selalu menumpuk hingga tidak bisa berhubungan dengan dunia luar
kecuali pada saat jam bebas luar. Namun, dengan mendengar cerita para seminari
keiinginaku untuk masuk seminari bukannya malah menurun justru semakin
meningkat karena aku tertantang untuk menghadapi dunia di dalam seminari itu
sendiri.
Ya benar memang sejak kecil aku
memiliki sebuah cita cita untuk menjadi seorang Imam atau Pastor. Sebuah
keiinginan yang mungkin dianggap sudah tidak relevan di zaman ini bagi para
kalangan pemuda, karena dunia modern jauh lebih nikmat ketimbang harus berada
di seminari dengan berbagai larangan dan hal hal yang jauh dari kata nyaman.
Namun bagiku hal itu tak mengapa, karena “Tuhan telah mengasihiku terlebih
dulu, sekarang waktunya aku mengasihi Dia dengan mempersembahkan hidupku
bagiNya”.
DISINI AKU MEMULAINYA
J
|
umat,
19 Februari 2016 adalah hari pertama aku akan mengikuti serangkaian tes yang
harus kujalani demi mewujudkan cita citaku masuk ke seminari. Aku sangat takut
dan was-was bahkan sempat berpikiran untuk tidak berangkat karena ada beberapa
hal yang menyebabkan aku kurang pede dengan diriku untuk menjalani tes disana.
Namun karena aku menyadari bahwa manusia tidak akan bisa lari dari masalah maka
aku akhirnya membulatkan hati untuk berangkat dan meneguhkan diriku “Aku harus
berangkat !, cita-citaku untuk menjadi Imam tak akan terwujud jika aku berhenti
disini, aku akan berusaha terlebih dahulu untuk hasilnya nanti biarlah Tuhan
sendiri yang berkehendak”.
Akhirnya aku telah tiba disana untuk
menjalani serangkaian tes yang sudah disiapkan bagi para calon seminaris baru
(CSB). Terdapat 38 CSB dari tingkat SMP dan 3 CSB untuk tingkat SMA. Ketika
tiba disana, pikiranku kembali terngiang apakah aku bisa diterima disana ?.
Kurenungkan kembali di atas kasur tingkat yang berada RT (ruang tidur) 5 yang
sudah dipenuhi dengan para calon seminaris baru. Aku akhinya berusaha kembali
meyakinkan diriku yang mulai kehilangan semangat dengan berdoa dan memohon
Tuhan untuk kelacaran tes yang aku jalani. Dan benar setelah selesai berdoa,
aku bisa lebih tenang untuk mengikuti serangkaian tes mulai dari tes kesehatan,
tes wawancara, psikotes, tes kebugaran dan tes akademis.
Tes pertama adalah tes kesehatan.
Tes ini adalah tes yang paling membuat aku kurang pede. Banyak sekali hal yang
menurutku kurang dariku. Mulai dari mata sebelah kiriku yang min, ada beberapa
gigiku yang berlubang dan disana yang membuat aku sedikit terkejut adalah saat
tes buta warna ternyata ada satu angka yang tidak bisa kutebak, entalah apakah
aku memang buta warna ataupun aku yang kurang konsentrasi terhadap gambar itu.
Namun setidaknya tidak semua tes kesehatan aku mendapatkan masalah sehingga aku
tidak terlalu grogi selanjutnya untuk menyelesaikan tes lainnya.
Selanjutnya adalah tes wawancara
dengan para romo formator seminari. Saat tes kami semua dibagi 2 kelompok yang
akan diwawancarai oleh romo yang berbeda. Aku bersama calon siswa KK (Kelas Khusus)
laiinya mendapat kelompok 2 yang akan diwawancarai oleh 3 romo berbeda yakni
Romo Puri, Romo Mistri dan Romo Hans. Wawancara yang bisa dibilang empat mata
ini cukup membuat keringatku bercucuran, entah karena gugup atau takut jawaban
yang kuberikan kurang pas namun aku percaya selama aku menjadi diriku sendiri
semuanya pasti akan mendapat penilaian yang baik.
Tes yang ketiga adalah Psikotes,
jujur tes ini yang paling membuat aku sedikit jengkel karena kalau ditotal aku
harus menyelesaikan kurang lebih 1000 soal dengan waktu tertentu. Sebenearnya
soalnya kebanyakan hanya memilih mengenai kepribadian kita masing-masing namun,
tetap saja membuat aku kesal karena melihat begitu banyaknya soal dan tulisan
yang ada dalam tes tersebut. Namun aku hanya menanamkan ke pikiranku bahwa aku
harus menyelesaikan segalanya dengan hati gembira jika ingin mendapatkan hasil
yang baik pula.
Tes kebugaran merupkan tes yang
keempat. Tes ini sangat menyenangkan dan juga cukup melelahkan bagiku.
Bagaimana tidak, aku harus mengitari lapangan olahraga dengan berlari selama 12
menit. Aku berhasil mengitarinya sebanyak 7 kali dengan jarak total kurang
lebih 2 km. Selanjutnya adalah push up dan sit up yang sudah sering aku lakukan
ketika di sekolah aku mengikuti kegiatan PASKIBRA di sekolah. Jadi beberapa tes
kebugaran ini tidak terlalu bermasalah bagiku.
Tes yang terakhir dan paling membuat
aku kebingungan adalah tes akademis. Disini aku harus mengerjakan soal selama 2
jam dengan 3 mata pelajaran yang memiliki jumlah soal yang berbeda. Tiga mata
pelajaran itu adalah pendidikan agama, bahasa indonesia dan bahasa inggris.
Dari ketiga pelajaran itu yang membuat ku kebingungan adalah bahasa inggris
karena saat aku mengerjakannya aku hampir saja kehabisan waktu karena aku
terlalu berfokus dengan pelajaran bahasa indonesia yang mengharuskanku membuat
beberapa paragraf tulisan. Tetapi aku yakin bahwa apa yang aku kerjakan adalah
kemampuan terbaik yang aku miliki sehingga aku tidak terlalu bermasalah dengan
tes akademis ini.
Kelima tes yang ada mengajariku
bahwa semua yang aku kerjakan harus dengan kujujuran dan kemampuanku sendiri
karena Tuhan selalu menganugerahi ciptaanya kelebihan yang harus digunakan pada
tempatnya. Walaupun pada awalanya aku kurang percaya diri namun aku berusaha meyakinkan
diriku dengan doa agar aku selalu yakin dengan berbagai pilihan yang telah aku
pilih dalam kehidupanku terutama pilihanku untuk masuk seminari itu sendiri.